Senin, 14 Oktober 2013

CARA BERTAUBAT DARI MABUK CINTA

CARA BERTAUBAT DARI MABUK CINTA

17 Desember 2012 pukul 12:28


Mereka yang telah terjerumus ke dalam perangkap maksiat ini, baik pelakunya, orang yang dicintai, maupun orang yang membantu, wajib hukumnya untuk bertaubat kepada Allah Ta’ala.

Apabila pelaku kemaksiatan ini ingin bertaubat, ia dapat melaku­kannya dengan cara meninggalkan perbuatan itu, berkeinginan kuat dan berusaha keras untuk menjalaninya, serta hendaklah ia tidak menceritakan masalahnya kepada orang yang dicintainya. Janganlah ia mengingat, menyanjung, menemui, atau­pun membantunya. Ia harus memutuskan setiap perkara yang dapat mengingatkan kepada kekasihnya. Hendaklah ia melakukan perkara-perkara yang dapat membantunya untuk merealisasikan taubatnya itu, serta ber­sabar terhadap cobaan yang dialaminya, terutama pada awal-awal bertaubat.

Apabila orang yang dijadikan sebagai kekasihnya itu ikut membantu atau menjadi penyebab terjadinya kemaksiatan tersebut, hendaklah ia bertaubat kepada Allah Ta’ala. Wanita tersebut harus bertaubat kepada Allah dari perbuatan merayu dan berhias untuknya, bertaubat dari bercinta dengannya, bertaubat untuk bertemu dengannya atau berbicara dan mengobrol bersamanya, serta bertaubat untuk tidak mengirim surat kepadanya.

Sedang bagi orang-orang yang membantu terjalinnya hubungan haram itu, hendaklah mereka pun bertaubat kepada Allah Ta’ala dan meninggal­kan apa yang pernah dilakukan. Hendaklah setiap diri menyadari bahwa apa yang dilakukannya itu termasuk dalam kategori tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan. Karena dengan melakukan itu, berarti ia telah menyulut api kerinduan dan mengobarkan baranya.

Dengan perbuatan tersebut, ia lebih banyak merusak daripada memperbaiki. Apa yang dilakukannya merupakan dosa dan perbuatan tidak terpuji, tidak termasuk  perbuatan baik dan bukan pula perbuatan yang mengandung dua kemudharatan sehingga boleh diambil mudharat yang lebih ringan dari keduanya. Bahkan, kerusakan ini dapat mengarah pada kerusakan hati dan hancurnya agama. Adakah kerusakan yang lebih besar daripadanya?
Adapun kerusakan yang paling berbahaya akibat melakukan kemaksiatan itu adalah kesengsaraan jiwa atau kematian, sebagai akibat dari melakukan apa yang diharamkan.90

Kalau tidak demikian, maka menahan diri dari perbuatan ini dapat membuahkan kesuksesan dan keselamatan.

Sebab-Sebab Yang Dapat Membantu Untuk Meninggalkan Mabuk Asmara
Meskipun masalah mabuk asmara ini merupakan masalah pelik dan sulit untuk dapat terlepas dari jeratannya, namun untuk bisa bebas dan terlepas darinya bukanlah perkara yang tidak mungkin atau mustahil. Sebab, setiap penyakit pasti ada obatnya dan setiap obat tidak akan bermanfaat kecuali apabila sesuai dengan penggunaannya.

Oleh karena itu, apabila orang yang terjangkit penyakit ini condong kepada satu obat yang mujarab, kemudian berusaha men­carinya, niscaya ia akan menggapai apa yang ia cita-citakan dan akan mendapat bantuan untuk merealisasikan cita-citanya itu. Kalau tidak demikian, maka penyakitnya akan sulit diobati, bahkan bisa jadi akan bertambah parah.
Ibnul Jauzi t berkata: “Obat hanya akan menyembuhkan bagi siapa yang mau menerimanya. Adapun orang yang menolaknya, maka obat tersebut tidak akan bermanfaat baginya.”91

Pada pembahasan berikut, akan disebutkan secara umum beberapa sebab yang dapat membantu seseorang untuk meninggalkan kebiasaan melakukan kemaksiatan ini. Pembahasan secara terperinci akan disebutkan nanti pada bab kedua dalam kitab ini, sekaligus mencakup beberapa masalah yang dapat membantu seseorang untuk bertaubat secara umum.

Adapun sebab-sebab yang dimaksud sebagai berikut:92

1. Berdo’a
Berdo’a, yang dilakukan dengan merendahkan diri dan ber­sungguh-sungguh memohon kepada Allah Ta’ala, benar-benar meng­harapkan-Nya dengan penuh keikhlasan dan memohon ampunan-Nya. Sungguh orang yang ditimpa oleh penyakit ini termasuk orang yang dalam keadaan terhimpit, sedang Allah k mengabulkan permintaan orang yang berada dalam keadaan darurat apabila ia memohon kepada-Nya.

2. Menundukkan pandangan
Ibnul Jauzi t berkata: “Orang yang secara tidak sengaja memandang sesuatu yang ia anggap baik, kemudian merasakan kenikmatan memandangnya, padahal perbuatan itu haram, maka wajib baginya untuk memalingkan pandangan. Ketika ia mengulangi pandangannya atau terus memandangnya, maka ia telah jatuh pada perbuatan tercela, baik menurut agama ataupun akal.

Jika ditanyakan oleh seseorang: “Apabila perasaan cinta muncul pada pandangan pertama, lalu mengapa orang yang memandang  harus dicela?”
Jawabannya adalah: “Apabila tatapan itu hanya sekilas, niscaya tidak akan menumbuhkan rasa cinta. Pandangan yang dapat menumbuhkan perasaan cinta adalah pandangan yang terus-menerus terhadap objek yang dipandang, dengan ukuran yang sekiranya dapat menumbuhkan perasaan itu. Perbuatan ini dilarang. Seandainya perasaan cinta timbul karena pandangan pertama yang hanya sekilas tersebut, maka tidak akan mudah untuk dapat mengatasinya.”93

Orang tersebut bertanya lagi: “Apakah obat mabuk asmara apabila perasaan tersebut muncul pada pandangan pertama?”
Jawabannya adalah: “Obatnya adalah memalingkan pandangan mata dari objek yang dipandang. Satu pandangan mata sama seperti biji-bijian yang ditebarkan di atas tanah; apabila biji-bijian itu tidak disirami dan diperhatikan, maka ia tidak akan tumbuh. Namun, apa­bila disirami, niscaya ia akan tumbuh segar. Demikian juga dengan tatapan mata.”94

Beliau juga berkata: “Apabila seseorang terbiasa mengulangi tatapan mata, maka tatapan kedualah yang harus dikhawatirkan dan harus dijaga. Oleh karena itu, janganlah meremehkannya  karena bisa jadi pandangan itu meninggalkan sayatan cinta yang menyakit­kan.”95
Ibnul Qayyim t berkata: “Maka dari itu, hendaklah orang yang berakal tidak menceburkan diri ke dalam mabuk asmara supaya ia tidak terjerumus kepada semua kerusakan ini atau sebagiannya. Barang siapa melakukannya berarti ia sengaja menjerumuskan diri­nya yang telah tertipu oleh jiwanya. Apabila jiwanya hancur, maka dialah yang menghancurkannya.

Seandainya kalau bukan karena terlalu sering memandang wajah kekasihnya dan karena keinginannya yang kuat untuk selalu dapat menghubunginya, niscaya perasaan cinta itu tidak akan pernah tumbuh dalam hatinya.”96

Oleh sebab itu, siapa saja yang ingin menyelamatkan hati hendaklah menundukkan pandangan matanya terhadap perkara-perkara haram, yang sangat digandrungi oleh nafsunya. Ketika menundukkan pandangannya itu, hendaklah ia mengharapkan pahala dari Allah Ta’ala dan meniatkannya agar mendapat tempat terhormat di sisi-Nya. Perkara ini termasuk menahan diri dari tunduk terhadap hawa nafsu.
Pembahasan masalah ini akan dibahas lebih lengkap pada bab kedua—insya Allah.

3. Merenung dan mengingat Allah
Pembahasan ini sangat luas sementara tempat yang tersedia di sini tidaklah cukup. Orang yang sedang dimabuk asmara itu hendaklah berpikir terlebih dahulu sebelum melangkahkan kaki untuk menemui kekasihnya. Sebab, selain ia menumpuk luka di atas luka, perbuatannya itu pun dicatat sebagai dosa di sisi Allah Ta’ala dan akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak.

Hendaklah ia berpikir sebelum berbicara dengan kekasihnya.Sebab, pembicaraan itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Selain itu, pembicaraan tersebut akan menyulut api cinta.

Hendaklah ia selalu mengingat kematian, sakitnya sakaratul maut, dan keadaan orang-orang yang selalu berbuat dosa sebelum meninggal dunia. Tidaklah ada seorang pun yang dapat menghapuskan satu kesalahan yang dilakukannya ataupun menambahkan satu kebaikan kepadanya. Janganlah engkau keterlaluan wahai, orang yang celaka!

Hendaknya ia membayangkan seolah-olah sedang berada di hadapan Rabb Yang Mahakuasa, maka betapa besar rasa malu yang akan ditanggungnya beserta berbagai celaan yang menyakitkan.

Hendaklah ia membayangkan persaksian tempat-tempat yang digunakannya dahulu untuk bermaksiat.
Hendaklah ia membayangkan dalam dirinya seberapa banyak kesalahan yang telah dilakukannya, serta bagaimana kemaksiatan itu menyeretnya ke dalam api Neraka, yang tidak ada satu makhluk pun yang dapat menahan panasnya.

Hendaklah ia memikirkan ketidakkekalan kelezatan cinta dan kekalnya kehinaan dan adzab yang akan didapatkan.
Hendaklah ia ingat bahwa dirinya tidak akan ridha apabila salah seorang keluarganya menjadi korban mabuk asmara. Apabila ia memiliki perasaan cemburu, maka mengapa ia melakukan hal itu terhadap orang lain?

4. Menjauh dari orang yang dicintai
Jauhnya jarak yang memisahkan tubuh seseorang dengan tubuh kekasihnya berdampak pada kerenggangan hati mereka. Oleh sebab itu, untuk pertama kalinya hendaklah ia bersabar, seperti kesabaran orang yang tertimpa musibah pada awal terjadinya. Lama-kelamaan, pasti pe­rasaan tersebut akan hilang.
Oleh karena itu, jauhilah kekasih, janganlah bertandang ke rumahnya, janganlah mendengar suaranya, dan janganlah memandang sesuatu yang dapat mengingatkan kepadanya.

5. Menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat
Sebagaimana yang telah kita jelaskan di atas, bahwasanya salah satu penyebab munculnya mabuk asmara adalah waktu senggang. Demikian juga sebaliknya, setiap kesibukan yang bermanfaat, seperti mencari nafkah, bekerja di berbagai industri, melayani anggota keluarga, dan yang lainnya, dapat menghibur orang yang sedang dimabuk asmara atau bahkan bisa membantu melupakan kekasihnya.
Mabuk asmara merupakan pekerjaan para pengangguran, sebagaimana yang telah kita jelaskan di atas. Karena kerinduan yang begitu mendalam terhadap kekasihnya, pada saat-saat menyendiri ia pasti akan mengkhayalkannya. Berkhayal merupakan ajang pertemuan bagi jiwa keduanya.
Oleh karena itulah, apabila ia menyibukkan diri dengan sesuatu yang bermanfaat, tidak menghiraukan khayalan, niscaya cintanya akan terkikis, kerinduannya akan sirna, dan akhirnya mereka akan saling melupakan.

6. Menikah
Menikah merupakan salah satu sebab yang dapat membantu se­seorang untuk meninggalkan kemaksiatan ini, walaupun bukan dengan orang yang dicintainya. Dalam pernikahan terdapat ke­cukupan, keberkahan, dan kenikmatan. Apabila setelah menikah seseorang masih saja mabuk asmara, maka hendaklah ia memper­banyak jima’ (bersetubuh) karena sesungguhnya jima’ adalah obat.
Berhubungan badan bisa dikatakan sebagai obat karena dapat menekan dan mengurangi berahi yang merupakan pembangkit gairah. Apabila gairah ini melemah, maka akan mengakibatkan hilangnya hasrat sehingga hati menjadi dingin dan akhirnya api cinta yang mem-bara pun padam karenanya.”97
Apabila memungkinkan bagi seseorang untuk menikahi ke­kasih­nya, maka hendaklah ia melakukannya. Sebab, itu merupa­kan obat yang paling manjur. Menikahi kekasihnya dapat meng­hilangkan rasa kas­maran yang selalu membara.

Namun apabila tidak mungkin, hendaklah ia kembali kepada Allah Ta’ala, memohon kemudahan kepada-Nya, dan berharap agar Dia menjadikannya orang yang sabar dalam menghadapi semua larangan-Nya.

Ketidakmampuan menikahinya bukan berarti Allah tidak menghendaki, melainkan bisa jadi Dia menunda keinginan yang hendak dicapai seorang hamba.
Apabila seseorang tidak mampu juga untuk melakukan hal itu atau tidak ada jalan lain untuk menikahinya, maka hendaklah ia tetap bersabar dan memohon kepada Allah untuk dapat melupakannya.

7. Sering mengunjungi orang sakit
Sering mengunjungi orang sakit, mengiringi jenazah, berziarah kubur, melihat mereka yang meninggal, serta memikirkan kematian dan apa yang terjadi setelahnya dapat memadamkan api cinta.
Sebaliknya, mendengarkan nyanyian dan hal-hal yang tidak bermanfaat dapat menguatkan gairah. Kedua hal tersebut saling bertentangan dan berusaha saling menjatuhkan.

8. Selalu mengikuti majelis dzikir
Hendaklah orang yang mabuk asmara selalu mengikuti majelis dzikir dan majelis para ahli zuhud serta sering mendengar berita tentang orang-orang shalih.

9. Memutus keinginan dengan rasa putus asa dan berkemauan keras untuk menekan hawa nafsu
Sebab pertama munculnya rasa cinta adalah anggapan baik terhadap sesuatu, baik sesuatu itu muncul dari pendengaran ataupun penglihatan. Apabila pendengaran dan penglihatan tersebut tidak dibarengi dengan keinginan untuk memiliki orang yang di­cintainya dan didukung dengan rasa putus asa, maka perasaan cinta itu tidak akan muncul.

Namun, apabila hal itu dibarengi dengan keinginan untuk menindaklanjutinya, tetapi ia mengalihkan pikiran dan tidak sibuk memikirkannya, maka perasaan kasmaran itu juga tidak akan muncul.

Apabila ia terus memikirkannya, namun pikiran itu dibarengi oleh rasa takut yang lebih besar daripada kenikmatan yang akan didapatkan, baik rasa takut akan dimasukkan ke dalam api Neraka, takut akan kemarahan Allah Yang Mahaperkasa, takut terhadap dosanya yang akan terus bertumpuk, dan rasa takut tersebut lebih besar daripada keinginannya untuk menjalin hubungan itu, maka rasa cinta itu juga tidak akan terjadi.

Apabila rasa takut tersebut hilang, tapi disertai dengan ketakutan yang bersifat duniawi, seperti takut di­bunuh, takut kehilangan harta, takut kehormatannya menurun, takut harga dirinya di kalangan masyarakat menjadi pudar atau takut harga dirinya akan jatuh di mata orang-orang yang menghormatinya. Apabila rasa takut ini mengalahkan keinginan untuk menjalin cinta, maka ia pasti dapat mengalahkan keinginannya itu.
Demikian juga, apabila ia takut akan kehilangan kekasih yang lebih dicintainya, yang lebih bermanfaat darinya, di­tambah lagi ia mendahulukan cintanya itu di atas cintanya terhadap kekasih barunya, maka rasa cinta itu juga tidak akan muncul dan akan hilang dengan sendirinya.

10. Tidak pernah meninggalkan shalat
Hendaklah orang yang dimabuk asmara senantiasa melaksana­kan shalat, khusyu’ di dalamnya, serta menyempurnakan rukun-rukunnya baik secara lahir maupun batin.

Allah Ta’ala berfirman:
“… Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar ...” (QS. Al-‘Ankabuut: 45)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Sesungguhnya dalam shalat itu terdapat pencegahan terhadap perkara-perkara yang dibenci, yaitu keburukan dan kemunkaran. Selain itu, di dalamnya juga terdapat kenikmatan yang paling lezat, yaitu berdzikir kepada Allah Ta’ala.”98

11. Bercita-cita tinggi
Menjauhkan diri dari berbagai sikap hina, rendah, dan sikap-sikap yang menghalangi dari akhlak yang mulia.
Setiap orang yang tidak memiliki cita-cita tinggi hampir saja tidak bisa selamat dari musibah kemaksiatan ini. Orang yang memiliki ke­mauan dan cita-cita tinggi tidak mau dikuasai oleh sesuatu apa pun walaupun hawa nafsu itu selalu berusaha menundukkan mereka.

Kehinaan dikuasai oleh hawa nafsu tidak bisa ditanggung oleh mereka yang berjiwa mulia. Keinginan orang yang berjiwa mulia adalah mencari martabat tinggi dengan melawan hawa nafsu, bersungguh-sungguh untuk meraih derajat mulia. Coba kita perhatikan, bagaimana para penuntut ilmu rela bergadang sampai tengah malam dan meninggalkan segala bentuk kenikmatan karena tidak ingin disebut sebagai orang bodoh. Demikian juga seorang musafir, ia rela melawan berbagai macam rintangan yang meng­hadang dengan tujuan mendapatkan harta yang banyak sehingga derajatnya di mata masyarakat menjadi terangkat.

Seorang penyair berkata:
وَكُلُّ امْرِىءٍ قَاتِلٌ نَفْسَهُ    عَلَى أَنْ يُـقَالَ لَهُ: إِنَّـهُ
semua orang akan mengorbankan dirinya
agar dikatakan sebagai seorang yang benar-benar pemberani99

Adapun mereka yang tidak memandang rendah suatu kehinaan akan selalu mengikuti kehendak hawa nafsunya. Sesungguhnya semua itu jauh dari ciri-ciri orang yang berjiwa mulia.

12. Memikirkan kekurangan orang yang dicintai
Orang yang Anda cintai tidak sama persis seperti yang Anda bayangkan. Oleh karena itu, gunakanlah pikiran Anda untuk mengingat semua kekurangannya, dengan begitu Anda pasti bisa melupakannya.

Ibnul Jauzi t berkata: “Semua keturunan Adam penuh dengan berbagai najis dan kotoran. Namun, orang yang sedang mabuk cinta, akan melihat kekasihnya sempurna, tanpa cela. Hawa nafsunya akan menyembunyikan semua aib dan cela yang ada pada kekasih yang dicintainya itu. Sebab, suatu hakikat tidaklah akan bisa dibuktikan kecuali dengan sikap adil. Sementara itu, hawa nafsu merupakan hakim zhalim yang selalu menutupi dan menyembunyikan aib dan kejelekan seseorang sehingga orang yang sedang mabuk asmara akan melihat baik kejelekan yang ada pada diri kekasihnya.”100
Beliau juga berkata: “Para ulama mengatakan bahwa nafsu memandang dengan sebelah mata. Oleh karena itulah, seorang suami terkadang bisa menjauhi isterinya dan lebih tertarik pada wanita lain walaupun isterinya lebih cantik dan lebih baik daripada wanita tersebut.

Salah satu penyebab ketertarikan itu adalah ketidaktahuan se­seorang terhadap semua aib dan kekurangan orang lain, yang semua aib dan kekurangan ini akan tampak dan terbongkar dengan cara selalu bersamanya. Oleh sebab itu, apabila ia sering bersama kekasih barunya tersebut, lalu tampaklah semua yang sebelumnya tertutup, maka ia pasti akan merasa bosan sehingga kemudian akan mencari yang lain, demikian seterusnya.”101

Beliau juga berkata: “Menggunakan akal pikiran ketika me­lihat keturunan Adam dan semua yang ada pada diri mereka, seperti kotoran, aib dan, kejelekan-kejelekan yang terbungkus rapi oleh pakaian akan melemahkan perasaan cinta. Oleh sebab itu, Ibnu Mas’ud z pernah mengatakan bahwa apabila salah seorang di antara kalian merasa kagum dengan seorang wanita, maka hendaklah ia mengingat kekurangan-kekurangan yang ada pada diri wanita itu. Dengan demikian, perasaan cinta itu akan melemah.”

Sebagian orang bijak juga berkata: “Barang siapa yang men­dapatkan bau tidak sedap pada diri kekasihnya niscaya ia akan melupakannya, maka cukuplah dengan memikirkan ketidaksenangan itu sebagai penahan mabuk cinta”.102

Abu Nashr bin Nabatah berkata:

مَاكُنْتُ أَعْرِفُ عَيْبَ مَنْ أَحْبَبْتُهُ   حَتَّى سَلَوْتُ فَصِرْتُ لاَ أَشْتَاقُ
وَإِذَا أَفَاقَ الوَجْدُ وَانْدَمَلَ الهَوَى   رَأَتْ القُلُوْبُ وَلَمْ تَرَ الأَحْدَاقُ

aku tak pernah melihat aib yang ada pada kekasihku
sampai aku melupakannya dan aku pun tak lagi merindukannya
apabila cinta sudah tumbuh kembali dan nafsu pun mulai subur
hati akan melihat sementara mata akan menjadi buta 103

Oleh karena itu, kadang kita melihat orang yang sedang mabuk cinta membanggakan orang yang di­cintainya. Padahal orang-orang terdekat dan mereka yang paling kenal dengan orang yang ia cintai tidak melihat yang demikian itu. Bahkan, bisa jadi mereka malah melihat yang sebaliknya, yaitu banyak sekali ke­kurangan atau sama sekali tidak ada keistimewaan yang dapat dibanggakan pada diri kekasihnya itu.
Semua ini muncul karena akal pikiran orang yang sedang mabuk asmara tidak berfungsi normal.

13. Membayangkan kehilangan orang yang dicintai
Hendaklah orang yang mabuk asmara membayangkan bagai­mana rasanya kehilangan orang yang dicintai, baik karena kematian, perpisahan yang tidak diinginkan, maupun karena bosan. Dengan demikian, akan terkikis dan hilanglah semua yang dapat merugikan orang yang berlebihan dalam mencintai, yakni kehormatan dunia dan agama.

14. Melihat akibat buruk yang akan didapatkan
Coba Anda bayangkan, apakah yang akan terjadi seandainya Yusuf p terperosok ke dalam perbuatan keji itu, apakah yang akan terjadi selanjutnya?
Dengan demikian, orang yang berakal adalah orang yang me­nimbang kerugian yang tersembunyi di balik mabuk karena cinta, seperti kenikmatan sementara dan semua kekecewaan yang dapat menyakiti hati. Kekecewaan yang akan didapati banyak sekali, pen­deritaan yang diakibatkannya pun sangat pedih, dan semua ke­nikmatan di dalamnya adalah haram. Selain itu, semua ke­kecewaan itu bercampur dengan kesusahan, kesedihan, rasa takut berpisah, kesengsaraan dunia, dan kerugian hari akhirat.

Dengan membandingkan antara keduanya, orang yang mem­perhatikan akibat buruk yang menimpa pasti mengetahui bahwa kenikmatan yang didapat itu akan terbenam di samping penderitaan yang berkepanjangan.

Seorang penyair berkata:

وَ أَفْضَلُ النَّاسِ مَنْ لَمْ يَرْتَكِبْ سَبَبًا    حَتَّى يُفَكِّرَ مَا تَجْنِيْ عَـوَاقِبَهُ

sebaik-baik orang adalah yang tidak melakukan sesuatu
hingga ia memikirkan apa akibat yang akan diterimanya. 104

15. Orang yang sedang diuji dengan perasaan mabuk cinta hendaklah mengetahui bahwa ujian itu merupakan sebab munculnya kedewasaan
Orang yang bersabar dalam menghadapi ujian ini akan me­nampakkan keutamaan yang dimilikinya; keluhurannya akan sempurna sehingga ia akan naik ke derajat yang lebih tinggi. Bahkan, bisa jadi dengan kecintaannya yang telah memenuhi relung hatinya itu ia mendapatkan kasih sayang Rabbnya dan membuatnya tidak memerlukan kasih sayang yang lainnya.

16. Memperhatikan semua kemuliaan yang hilang akibat disibukkan oleh cinta
Kesadaran akan membuat mereka cinta terhadap berbagai keutamaan ilmu, harga diri, kemuliaan, dan akhlak mulia yang lainnya. Hal ini lebih baik daripada kecondongan mereka terhadap semua syahwat panca indera yang merupakan bagian dari jiwa se­seorang.
Inilah beberapa sebab yang dapat membantu seseorang untuk mengobati penyakit kasmaran, yang juga—dengan izin Allah—dapat melindungi seseorang yang belum pernah mabuk cinta agar tidak jatuh ke dalam kubangannya.

Sudah sepantasnya bagi setiap orang yang menerapkan sebab-sebab tersebut untuk mendapatkan pertolongan dan ia juga pantas mendapatkan kesembuhan. Apabila seseorang telah bersungguh-sungguh ingin terlepas dari kemaksiatan itu dan terus bersabar, namun dalam hatinya masih tertinggal sisa-sisa perasaan tersebut, maka tidak sepantasnya ia dicela karena hal itu.
Junaid t berkata: “Seseorang tidaklah dicela karena tabiat yang ada pada dirinya, namun ia akan dicela apabila mengubah tabiat yang ada pada dirinya.”105

Ibnu Hazm t berkata: “Bukanlah suatu hal tercela seorang yang memang secara tabiat condong terhadap beberapa kejelekan, walaupun kejelekan itu merupakan kejelekan yang paling hina dan kerendahan yang paling besar, selama ia tidak berterus terang menampakkannya, baik melalui perkataan maupun perbuatan. Bahkan, hampir saja hal itu lebih mulia daripada orang yang berusaha mengubah tabiatnya walaupun terhadap berbagai keutamaan. Kemenangan mengatasi tabiat buruk tidaklah akan terwujud kecuali apabila bersumber dari kuatnya akal orang yang berjiwa mulia.”106

Setelah menyebutkan beberapa penawar mujarab bagi penyakit mabuk kasmaran ini, Ibnul Jauzi t berkata: “Jika ada yang ber­kata: ‘Apabila seseorang terus berusaha melupakan kekasihnya, tetap tegar, dan bersabar menghadapi cobaan yang dihadapi dalam usahanya itu, namun kekasihnya tetap saja terbayang dalam ingatan­nya, demikian juga rasa waswas terhadap kekasihnya itu tidak pernah terputus, maka bagaimanakah pendapat Anda tentang hal itu?’”

Jawabannya adalah: “Apabila sudah menahan diri, berarti Anda telah memutuskan saluran air yang terus mengalir. Lama-kelamaan air yang terkumpul dalam telaga pun akan mengering, lebih-lebih lagi apabila panas matahari ketakutan telah membakar hati, demikian juga angin panas pengawasan yang terus bertiup. Apabila sudah demikian keadaannya, maka air yang ada dalam telaga akan cepat terkuras. Setelah itu, mohonlah pertolongan kepada Dzat yang engkau peruntukkan kesabaran itu kepada-Nya dan katakanlah: ‘Ya, Rabbku! Aku telah melakukan apa yang bisa aku lakukan maka lindungilah aku terhadap apa yang tidak mampu aku lindungi.’”107

Dalam sebuah pembahasan tentang masalah jatuh cinta dan penawarnya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Ke­condongan seorang laki-laki terhadap wanita merupakan watak umum yang terdapat pada semua keturunan Adam. Banyak juga di antara mereka yang diuji dengan kecenderungan kepada sesama jenis. Walaupun tidak melakukan kemaksiatan besar seperti berzina, namun mereka melakukan yang lebih kecil seperti bercumbu. Jika tidak demikian, mereka bermaksiat dengan memandang sehingga muncullah perasaan dalam hati sebagaimana yang sudah dimaklumi di kalangan masyarakat.

Banyak sekali kisah-kisah yang bercerita tentang mereka yang dimabuk cinta. Apabila seorang Muslim diuji dengan cobaan itu, maka wajib baginya berusaha dengan sungguh-sungguh mengabdikan dirinya dengan melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Di samping itu, manusia memang diperintahkan untuk melakukan kesungguhan ini. Oleh sebab itu, janganlah seseorang membuang kesungguhan tersebut, karena hal itu akan mengakibatkan dirinya tunduk meng­ikuti jiwa dan kehendak hawa nafsunya.

Tunduk mengikuti jiwa dan kehendak hawa nafsu merupakan hal yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, tidak ada alasan untuk menyangkal dalam masalah ini. Dengan demikian, hendaklah kesungguhan melawan hawa nafsu dilakukan dalam rangka me­laksanakan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.”108

Pada pembahasan lain, beliau juga berkata: “Hendaklah se­seorang mengamalkan dzikir-dzikir yang biasa dibaca pada siang dan malam hari dan ketika hendak tidur. Hendaklah ia ber­sabar dalam menghadapi berbagai hambatan dan rintangan yang meng­hadangnya. Sesungguhnya Allah Ta’ala selalu membantu dan mencatat keimanan yang ada dalam hatinya.

Selain itu, hendaklah ia berusaha menyempurnakan semua ke­wajibannya, seperti mendirikan shalat lima waktu baik secara lahir maupun batin; sesungguhnya shalat itu merupakan tiang agama.

Hendaklah pula ia selalu mengucapkan: ( لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ ) “Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah Ta’ala.” Dengan kalimat itu, niscaya semua kesulitan akan dimudahkan, ketakutan akan dihilangkan, dan kedudukan tinggi di sisi-Nya akan diperolehnya.”109
Beliau juga berkata: “Apabila seseorang diuji dengan mabuk asmara, lalu ia memendamnya dan bersabar karena Allah, maka se­sungguhnya ia akan diberi pahala atas ketakwaannya tersebut.”

Dalam sebuah hadits di sebutkan bahwa:

(( مَنْ عَشِقَ، فَعَفَّ، وَكَتَمَ، وَصَبَرَ، ثُمَّ مَاتَ كَانَ شَهِيْدًا.))

“Barang siapa yang jatuh cinta, kemudian menahannya, me­mendamnya, dan bersabar, lalu meninggal, maka ia mati syahid.”110

Hadits di atas diriwayatkan dari Yahya al-Qattat (orang yang selalu memfitnah) yang meriwayatkan dari jalan Mujahid, dari jalan Ibnu ‘Abbas c secara marfu’. Dalam hadits ini terdapat pertentangan sehingga tidak bisa dipakai sebagai hujjah.

Meskipun demikian, berdasarkan dalil syar’i diketahui bahwa apabila seseorang menahan diri dari hal-hal yang diharamkan oleh agama, baik pandangan, ucapan, maupun perbuatan, kemudian ia menyembunyikannya dan tidak menceritakannya sehingga tidak terperosok ke dalam perbuatan haram lainnya, seperti mengadu kepada selain Allah, berterus terang melakukan kejelekan, ataupun meminta bantuan orang yang dicintai; selain itu ia juga bersabar men­jalankan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan menjauhi larangan-larangan-Nya, serta bersabar terhadap tekanan yang dirasakan dalam hati seperti sabarnya orang yang mendapatkan musibah; jika demikian halnya, maka sesungguhnya ia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang bertakwa kepada Allah Ta’ala dan termasuk golongan orang-orang yang sabar.”111

Dalam kesempatan lain, beliau t juga berkata: “Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan kepada setiap hamba untuk bertakwa dan bersabar. Salah satu bentuk ketakwaan adalah menahan diri dari perkara-perkara yang diharamkan agama, seperti memandang, mengucapkan, dan melangkahkan kaki menuju kepada sesuatu yang diharamkan. Demikian juga bersabar untuk tidak mengadukan perkara yang dihadapi kepada selain Allah Ta’ala. Sesungguhnya semua ini termasuk ke dalam golongan sabar yang baik.

Mengenai menyembunyikan apa yang sedang dihadapi, yang dimaksud adalah dua hal, yaitu:

Pertama: Menyembunyikan kesedihan dan rasa sakit yang dirasakan serta tidak mengadukannya kepada selain Allah. Ketika seseorang mengadukan masalahnya kepada selain Allah, maka akan berkuranglah nilai kesabaran itu di sisi-Nya l. Kesabaran ini merupakan tingkatan yang paling tinggi dari kedua maksud di atas, namun tidak ada seorang pun yang dapat bersabar menghadapi masalah yang dihadapi. Bahkan yang terjadi sebaliknya, kebanyakan orang malah mengadukan apa yang sedang dihadapinya.

Pengaduan mereka tersebut bisa dianggap baik dan bisa juga dianggap buruk, yang dapat dilihat dari dua segi, yaitu:
-  Apabila seseorang mengadukan masalah yang dihadapinya kepada seorang dokter yang mengetahui masalah kejiwaan supaya dokter tersebut mengobatinya dengan resep iman, maka orang yang mengadukan masalah itu sama kedudukannya seperti orang yang meminta fatwa. Perbuatan seperti ini dianggap baik dalam agama sehingga tidak termasuk perbuatan tercela.
-  Apabila seseorang mengadukan masalah itu kepada selain Allah, yakni kepada orang yang membantunya melakukan perkara-perkara yang diharamkan, maka hukum pengaduan itu haram. Sebab, dengan mengadukan masalah yang dihadapi, jiwa menjadi tenang. Sama seperti orang yang terkena musibah, lalu mengadukan masalah yang dihadapinya kepada sesamanya; ia tidak berharap mendapat bimbingan yang mungkin bermanfaat dari orang tersebut, tidak juga mengharapkan pertolongan darinya untuk mengatasi kemaksiatan yang  dilakukannya. Sungguh semua itu bisa mengurangi derajat kesabarannya. Meskipun demikian, ia tidak berdosa secara mutlak, kecuali apabila ia mengiringi perbuatan itu dengan perkara-perkara yang diharamkan, seperti merasa kesal dan marah ketika tertimpa musibah.

Kedua: Menyembunyikan kemaksiatan dan tidak menceritakan­nya kepada orang lain. Apabila ia menceritakannya, maka itu ter­masuk berterus terang dalam kejelekan dan keburukan.

Sudah menjadi tabiat setiap manusia bahwa apabila mendengar hal-hal seperti ini, maka ia akan tergerak, lalu akan menginginkan dan mengharapkannya. Kapan pun seseorang melihat, mendengar, atau mengkhayalkan orang yang melakukan kemaksiatan, ketika itulah ia akan terundang untuk ikut melakukannya.”112

Sumber:
Buku Taubat Surga Pertama Anda
Karya Syaikh Muhammad Al-Hamid
Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i

Fotnote:
90 Raudhatul Muhibbiin (hlm. 148–150).
91 Dzammul Hawa (hlm. 443).
92 Pembahasan masalah ini kebanyakan diambil dari kitab Dzammul Hawa (hlm. 440–497), dan al-Jawaabul Kaafi (hlm. 493–499 dan 506–507).
93 Dzammul Hawa (hlm. 439).
94 Ibid. (hlm. 440).
95 Ibid.
96 Al-Jawaabul Kaafi (hlm. 506).
97 Dzammul Hawa (hlm. 476).
98 Al-‘Ubuudiyyah (hlm. 100).
99 Dzammul Hawa (hlm. 479).
100 Ibid. (hlm. 486).
101 Ibid.
102 Ibid.
103 Ibid. (hlm. 486–487).
104 Ibid. (hlm. 493).
105 Ibid. (hlm. 498).
106 Al-Akhlaaq was Sair (hlm. 78–79).
107 Dzammul Hawa (hlm. 496).
108 Majmuu’ul Fataawa (XIV/208).
109 Ibid. (X/138).
110 Pembahasan hadits ini telah dijelaskan sebelumnya.
111 Majmuu’ul Fataawa (X/133).
112 Majmuu’ul Fataawa (XIV/208-209).

 
https://www.facebook.com/notes/pustaka-imam-asy-syafii/cara-bertaubat-dari-mabuk-cinta/10151334599855901

Tidak ada komentar:

Posting Komentar